Dalam perjalanan agung Isra Mi’raj, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di perlihatkan berbagai tanda kebesaran Allah SWT yang luar biasa. Salah satu yang paling menakjubkan adalah Sidratul Muntaha, sebuah pohon yang menjadi batas tertinggi dari seluruh makhluk ciptaan Allah. Tempat ini bukan sekadar simbol, tetapi juga menjadi saksi keagungan dan kekuasaan Allah SWT yang tidak terjangkau oleh akal manusia.
Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon besar yang berada di langit ketujuh. Ia adalah pemisah. Pohon ini bernama muntaha (akhir) karena ia merupakan batas akhir dari sebuah perjalanan. Tidak ada satu makhluk pun yang pernah melewatinya kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan Pohon Sidr adalah Pohon Bidara.
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan,
سُمِّيَتْ سِدْرَةَ الْمُنْتَهَى لأَنَّ عِلْمَ الْمَلاَئِكَةِ يَنْتَهِي إِلَيْهَا، وَلَمْ يُجَاوِزْهَا أَحَدٌ إِلاَّ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم
Artinya: “Dinamakan Sidratul Muntaha karena pengetahuan malaikat (tentang jarak perjalanan) berakhir padanya. Tidak ada satu makhluk pun yang pernah melewatinya kecuali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (an-Nawawi, al-Minhaj 2/214).
Kunjungan Rasulullah SAW ke Sidratul Muntaha
Peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan Isra dan Mi’raj, yaitu perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, lalu di naikkan ke langit hingga bertemu Allah SWT. Dalam perjalanan itu, beliau di perlihatkan Sidratul Muntaha, tempat di mana malaikat Jibril pun berhenti dan tidak bisa melanjutkan lebih jauh.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ رُفِعَتْ إِلَيَّ سِدْرَةُ المُنْتَهَى، فَإِذَا نَبْقُهَا مِثْلُ قِلاَلِ هَجَرَ، وَإِذَا وَرَقُهَا مِثْلُ آذَانِ الفِيَلَةِ، قَالَ: هَذِهِ سِدْرَةُ المُنْتَهَى
Artinya: “Kemudian ditunjukkan padaku Sidratul Muntaha. Kulihat buahnya seperti guci-guci orang Hajar (nama tempat di Yaman) dan daunnya seperti telinga gajah. Jibril berkata, ‘Ini adalah Sidratul Muntaha.’” (HR. al-Bukhari, Fadhail ash-Shahabah 3674).
Dalam riwayat lain, beliau juga menggambarkan bagaimana keindahan dan keagungan pohon itu berubah ketika di selimuti cahaya dan perintah Allah SWT:
فَلَمَّا غَشِيَهَا مِنْ أَمْرِ اللهِ مَا غَشِيَ تَغَيَّرَتْ، فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَنْعَتَهَا مِنْ حُسْنِهَا
Artinya: “Tatkala perintah Allah meliputinya, ia pun berubah. Tak ada satu makhluk pun yang mampu menggambarkan keindahannya.” (HR. Muslim, Kitabul Iman 162).
Kedudukan dan Keagungan Sidratul Muntaha
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu juga meriwayatkan dengan detail kedudukan pohon ini dalam struktur langit:
“لَمَّا أُسْرِيَ بِرَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، انْتُهِيَ بِهِ إِلَى سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى، وَهِيَ فِي السَّمَاءِ السَّادِسَةِ، إِلَيْهَا يَنْتَهِي مَا يُعْرَجُ بِهِ مِنَ الأَرْضِ فَيُقْبَضُ مِنْهَا، وَإِلَيْهَا يَنْتَهِي مَا يُهْبَطُ بِهِ مِنْ فَوْقِهَا فَيُقْبَضُ مِنْهَا”، قَالَ: {إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى} [النجم: 16]، قَالَ: “فَرَاشٌ مِنْ ذَهَبٍ”
Artinya: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diisra’kan, beliau dihentikan di Sidrah al-Muntaha, yang terletak di langit keenam. Sesuatu yang naik dari bumi akan bermuara di sana dan ditahan di sana. Dan sesuatu dari atasnya berhenti padanya, lalu di tahan di tempat tersebut. Allah berfirman: ‘(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya).’ (QS. An-Najm: 16). Abdullah berkata lagi, ‘Yaitu hamparan dari emas.’” (HR. Muslim, Kitabul Iman 173).
Besarnya pohon ini tidak di ketahui kecuali oleh Allah SWT. Para ulama menyebut bahwa Sidratul Muntaha benar-benar ada di langit ketujuh dalam sejumlah riwayat. Sedangkan riwayat dari Abdullah bin Mas’ud yang menyebutnya di langit keenam mungkin mengacu pada akar pohonnya, sementara batang dan puncaknya menjulang hingga langit ketujuh. Maha Suci Allah yang berkuasa atas segala sesuatu.
Pohon Sidr juga di gambarkan seperti tempat yang berdekatan dengan surga dan menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang sangat beriman. Allah SWT berfirman:
وَاَصْحٰبُ الْيَمِينِ ەۙ مَآ اَصْحٰبُ الْيَمِيْنِۗ فِيْ سِدْرٍ مَّخْضُوْدٍۙ
Artinya: “Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Yaitu (mereka) yang berada di antara pohon bidara (Sidr) yang tak berduri.” (QS al-Waqi’ah [56]: 27-28).
Hikmah dan Makna Sidratul Muntaha
Para ulama juga banyak merenungkan mengapa pohon yang di sebut di langit adalah Pohon Sidr (Bidara), bukan pohon lainnya. Sebagian berpendapat karena buahnya lezat, daunnya meneduhkan, dan bentuknya indah. Namun makna sejatinya hanya Allah SWT yang tahu. Terlalu dalam menafsirkan hal gaib ini bisa jadi membebani akal manusia. Maka sikap terbaik adalah mengimani kebenarannya sebagaimana yang Rasulullah SAW kabarkan.
Makna Sidratul Muntaha juga menggambarkan batas antara alam gaib dan alam ciptaan, tempat di mana pengetahuan makhluk berakhir dan rahasia ketuhanan di mulai. Inilah titik di mana logika manusia tak lagi mampu menjangkau, dan keimanan mengambil perannya. Selain itu, hikmah dari keberadaan Sidratul Muntaha juga menunjukkan keindahan ciptaan Allah SWT yang tak terlukiskan. Pohon ini menjadi lambang kedamaian, keabadian, dan cahaya ketuhanan yang memancar di alam tertinggi.
Ia juga menjadi pengingat bahwa di balik semua keindahan dunia, ada keindahan abadi yang hanya bisa di capai dengan keimanan dan ketaatan kepada Allah. Dengan merenungkan Sidratul Muntaha, hati seorang mukmin akan tumbuh rasa rindu untuk bertemu dengan Tuhannya, serta semakin yakin bahwa setiap perjalanan spiritual selalu berujung pada kebesaran dan kasih sayang Allah SWT.
Bentuk dan Keindahan Sidratul Muntaha
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peristiwa Isra Mi’raj berupaya menjelaskan bentuk pohon ini dengan perumpamaan agar mudah di pahami oleh manusia. Beliau bersabda bahwa buah Sidratul Muntaha seperti guci-guci dari tempat bernama Hajar. Tempat ini di kenal oleh para sahabat sebagai penghasil guci terbaik di masa itu. Ada perbedaan pendapat tentang lokasi Hajar, ada yang mengatakan dekat Madinah, ada pula yang menyebutnya di Yaman, dan sebagian menyebutnya di wilayah timur Jazirah Arab (sekarang di kenal sebagai Bahrain).
Bisa jadi buah Sidratul Muntaha memiliki kemiripan dengan buah pohon bidara di dunia, sebagaimana firman Allah SWT:
كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا
Artinya: “Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu’. Mereka diberi buah-buahan yang serupa.” (QS. Al-Baqarah: 25).
Selain itu, Rasulullah SAW juga menggambarkan daun Sidratul Muntaha sebesar telinga gajah sebagai simbol bahwa pohon ini memiliki ukuran luar biasa besar dan indah. Dalam riwayat Abdullah bin Mas’ud, di sebutkan bahwa pohon itu bahkan di liputi oleh hamparan emas, menandakan kemuliaan dan keindahannya yang tak tertandingi. Baca juga kisah dan sejarah Islam lainnya seperti Kisah Nabi Muhammad SAW Singkat dari Awal Kehidupan hingga Wafat yang Inspiratif hanya di Suara Manbau Sunnah.
Dan akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menutup penjelasan beliau dengan sabda yang mengguncang hati setiap mukmin:
فَمَا أَحَدٌ مِنْ خَلْقِ اللهِ يَسْتَطِيعُ أَنْ يَنْعَتَهَا مِنْ حُسْنِهَا
Artinya: “Tak ada satu makhluk pun yang mampu menggambarkan keindahannya.”
Beliau menegaskan bahwa semua deskripsi itu hanyalah pendekatan makna, bukan bentuk asli yang dapat di tangkap oleh indra manusia. Sidratul Muntaha adalah rahasia agung di antara rahasia langit, tempat kemuliaan Rasulullah SAW di angkat begitu tinggi hingga tak ada satu pun makhluk yang bisa mendekatinya.
Sidratul Muntaha menjadi simbol kemuliaan dalam Peristiwa Isra Mi’raj, tempat Rasulullah SAW menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang tak terlukiskan. Dari peristiwa ini, kita belajar tentang keagungan Allah, kedudukan Nabi Muhammad SAW, dan pentingnya keimanan yang teguh dalam menjalani kehidupan.













